Ketika melewati Jalan Raya Citarik LemahAbang, kita menjumpai beberapa rumah permanen dengan plang yang bertuliskan Pijat Tradisional dengan nama berbagai macam bunga. Ada Mawar, Melati, Dahlia dan sebagainya.
Sebelumnya hanya sedikit, tapi sekarang malah menjamur berderet di sepanjang jalan itu. Ketika pagi dan siang hari tampak sepi, namun saat sore dan malam hari terdapat beberapa wanita muda dengan pakaian seksi berdiri di depan kerlap kerlipnya lampu yang menghiasi setiap beranda rumah tersebut.
Dunia esek-esek memang tak ada habisnya untuk dikupas. Mulai dari gemerlapnya lampu kamar hotel hingga remangnya lampu warung pinggir jalan. Tempat ini adalah primadona bagi para pria hidung belang, pijat plus-plus. Sudah jadi rahasia umum, bisnis prostitusi berkedok panti pijat, mulai marak di Ibu Kota, bahkan sekarang sudah parah menyebar di berbagai daerah pedesaan. Dengan menyajikan wanita muda seksi dan berpakaian minim sebagai daya tarik, para pria hidung belang pun rela menguras kocek lebih dalam-dalam untuk menikmatinya.
Realitas sosial semacam ini memang tak mudah untuk diselesaikan. Terlebih, bisnis prostitusi 'numpang' pada sektor bisnis dan pariwisata sehingga sulit diberantas.
Pemerintah, dalam hal ini Dinas Sosial jangan menutup mata atas fenomena yang terjadi di tengah masyarakat tersebut. Namun, pemerintah seakan tak berdaya menghadapi maraknya bisnis prostitusi berkedok panti pijat tersebut. Bagai membasmi jamur di musim hujan...
Memang harus adanya gerakan bersama dan komitmen dari semua unsur, mulai dari orang tua, sekolah, pemuka agama, pihak kepolisian untuk mencegah tindakan maksiat terselebung tersebut.
STOP MAKSIAT... !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar