Menggapai Langit Mencengkeram Matahari

Rabu, 21 Maret 2012

SUMMIT ATTACK DI GUNUNG RINJANI 3.726 MDPL

Sebelumnya, pendakian Gunung Rinjani ditutup karena masih terjadi badai di sekitar kawasan tersebut (Sembalun Lawang). Ketika Berada di Bima, ada informasi dari kawan GPR (Grahapala Rinjani) bahwa kami diperbolehkan melakukan pendakian Gunung Rinjani tapi dengan syarat hanya sampai pos Pelawangan. Dengan rasa bahagia, kami langsung packing dan melesat menuju Camp GPR. 

Pendakian diawali ketika bertepatan dengan Hari Air se-Dunia, dimana kawan-kawan Mapala se-Universitas Mataram melakukan longmarch di sekitar kampus. Pendakian kami ditemani oleh seorang anggota Grahapala Rinjani, yaitu Ajun.

Minggu, 18 Maret 2012

LYRIK LAGU PECINTA ALAM

KEPADA ALAM DAN PENCINTANYA
Artis : Rita Ruby Hartland


Pendaki gunung sahabat alam sejati
Jaketmu penuh lambang, lambang kegagahn
Memproklamirkan dirimu pencinta alam
sementara maknanya belum kau miliki

[Reff:]
Ketika aku daki dari gunung ke gunung
disana kutemui kejanggalan makna
Banyak pepohonan merintih kepedihan
dikuliti pisaumu yang tak pernah diam

Batu-batu cadas merintih kesakitan
ditikam belatimu yang pernah takayal
hanya untuk mengumunkan pada khalayak
bahwa disana ada kibar benderamu

Oh.. alam korban ke-aku-an
Oh.. alam korban keangkuhan
maafkan mereka yang tak mau mengerti
arti kehidupan

Catatan : Nih lagu jadoel yang dulu bisa dibilang ngetop. Kalau di dengar & di simak bait demi bait bisa dibilang masih relevan hingga kini atau tidak lekang oleh waktu.

PETUAH INDIAN (Kutipan Dari Going To The Mountain)

Anakku... Tak seorangpun akan menolongmu d dunia ini.
Maka jelajahilah puncak2 gunung itu, dan kembalilah.
Hanya itu yg akan membuatmu perkasa.

Anakku... Ketahuilah bahwa tak seorangpun d dunia ini yg dpt kau sebut sbg sahabat sejati..
Tidak juga ayahmu, ibumu, bahkan saudara-saudaramu.
Tanganmu, kakimu, rambutmu, pandanganmu adalah sahabatmu.
Suatu kali kau harus menghadapi seorang yg menganggapmu musuh.
Saat kau berhadapan dgn mrk, kau hanya perlu merasa brani berada tepat d depan wajahnya.

Kau harus siap bahwa mungkin ia akan mrasa sakit atau menang.
Saat itu kau harus percayalah bahwa sesungguhnya keberanian bukanlah mslh menang atau kalah.
Suatu kali pula kau akan brada d tengah mrk yg menderita.
Jgn pernah terlambat utk membantu mrk melebihi dari sgala kemampuan yg kau miliki.
Kita tak pernah tau, bahwa mungkin saja kemanapun kau pergi,
alam akan mendengar mrk bercerita sebuah kisah ttg dirimu.
Oleh karna itu, aku berkata padamu.. "Pilihlah jalan terjal mendaki itu, tapi bukan jalan yg nyaman ini"


Sumber:
Catatan di atas merupakan petuah indian yg di kutip dari Going To The Mountain... Dikirimkan oleh seorang teman.. Sebuah tulisan yang sangat inspiratif...

SEJARAH DI PULAU PENYENGAT

Pulau Penyengat, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 6 km dari kota Tanjung Pinang, ibukota dari propinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran kurang lebih hanya 2.500 x 750 m, dan berjarak lebih kurang 35 km dari pulau Batam. Pulau Penyengat merupakan salah satu obyek wisata di Kepulauan Riau. Salah satu objek yang bisa kita liat adalah Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur, makam-makam para raja, makam dari pahlawan nasional Raja Ali Haji, kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi.

MESJID RAYA SULTAN RIAU

Mesjid ini di bangun pada tahun 1832 pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rahman, pembangunan mesjid ini dilakukan secara bergotong royong oleh semua masyarakat penyengat pada masa itu.
Aspek yang paling menarik dalam pembangunan mesjid ini adalah digunakannya putih telur sebagai campuran semen untuk dinding mesjit. Mesjid ini merupakan bangunan yang unik dengan panjang 19,8 meter dan lebar 18 meter, rungan tempat sembahyang disangga oleh 4 buah tiang besar, atapnya berbentuk kubah sebanyak 13 buah dan menara sebanyak 4 sebuah, semuanya berjumlah 17 sesuai dengan rakaat sebahyang sehari semalam. Di dalam mesjid ini juga terdapat kitab suci Al-Quran yang ditulis tangan, serta lemari perpustakaan kerajaan riau-lingga yang pintunya berukir kaligrafi yang melambangkan kebudayaan islam sangat berkembang pesat pada masa itu.

ANAPHALIS JAVANICA (EDELWEISS JAWA)

Bunga ini memang tidak begitu indah bentuknya tetapi perjuangan untuk memperolehnya telah membuatnya sangat berkesan dan indah untuk diceritakan. Untuk mendapatkannya, kita akan mengalami kepanasan, kedinginan, kehujanan (bila sedang musim hujan), memasuki hutan yang lebat, dan menempuh perjalanan yg jauh. Namun, apapun akan dilakukan untuk melihat dan menikmati bunga EDELWEIS bagi seorang pecinta alam dan pasti TIDAK AKAN MEMETIKNYA UNTUK DI BAWA PULANG bila mereka menyebut dirinya sebagai PECINTA ALAM

Anaphalis javanica, yang dikenal secara populer sebagai Edelweiss jawa (Javanese edelweiss), adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi Nusantara. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 m dan dapat memiliki batang sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 m. Tumbuhan ini sekarang dikategorikan sebagai langka.

DENGAN PUISI, AKU...

Dengan puisi aku bernyanyi Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa Perkenankanlah kiranya.

" Taufik Ismail "

Senin, 12 Maret 2012

SOE HOK GIE ( 1942-1969)

Soe Hok Gie adalah Orang keturunan China yang lahir pada 17 Desember 1942. Seorang putra dari pasangan Soe Lie Pit —seorang novelis— dengan Nio Hoe An. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, Soe Hok Gie merupakan adik dari Soe Hok Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman. Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta.

Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Menurut seseorang peneliti, sejak masih Sekolah Dasar (SD), Soe Hok Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Mungkin karena Ayahnya juga seorang penulis, sehingga tak heran jika dia begitu dekat dengan sastra.

Sesudah lulus SD, kakak beradik itu memilih sekolah yang berbeda, Hok Djin (Arief Budiman) memilih masuk Kanisius, sementara Soe Hok Gie memilih sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Strada di daerah Gambir. Konon, ketika duduk di bangku ini, ia mendapatkan salinan kumpulan cerpen Pramoedya: “Cerita dari Blora” —bukankah cerpen Pram termasuk langka pada saat itu?