Pulau Penyengat, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 6 km dari kota Tanjung Pinang, ibukota dari propinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran kurang lebih hanya 2.500 x 750 m, dan berjarak lebih kurang 35 km dari pulau Batam. Pulau Penyengat merupakan salah satu obyek wisata di Kepulauan Riau. Salah satu objek yang bisa kita liat adalah Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur, makam-makam para raja, makam dari pahlawan nasional Raja Ali Haji, kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi.
MESJID RAYA SULTAN RIAU
MESJID RAYA SULTAN RIAU
Mesjid ini di bangun pada tahun 1832 pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rahman, pembangunan mesjid ini dilakukan secara bergotong royong oleh semua masyarakat penyengat pada masa itu.
Aspek yang paling menarik dalam pembangunan mesjid ini adalah digunakannya putih telur sebagai campuran semen untuk dinding mesjit. Mesjid ini merupakan bangunan yang unik dengan panjang 19,8 meter dan lebar 18 meter, rungan tempat sembahyang disangga oleh 4 buah tiang besar, atapnya berbentuk kubah sebanyak 13 buah dan menara sebanyak 4 sebuah, semuanya berjumlah 17 sesuai dengan rakaat sebahyang sehari semalam. Di dalam mesjid ini juga terdapat kitab suci Al-Quran yang ditulis tangan, serta lemari perpustakaan kerajaan riau-lingga yang pintunya berukir kaligrafi yang melambangkan kebudayaan islam sangat berkembang pesat pada masa itu.
KOMPLEKS MAKAM ENGKU PUTERI RAJA HAMIDAH
Makam Engku Putri Permaisuri Sultan Mahmud ini terletak di pulau Penyengat Indra Sakti. Pulau Penyengat adalah milik Engku Putri, karena pulau ini dihadiahkan suaminya Sultan Mahmud Syah sebagai mas kawinnya sekitar tahun 1801-1802. Selain itu Engku Putri adalah pemegang regalia kerajaan Riau.
Bangunan makam terbuat dari beton, dikelilingi oleh pagar tembok pada tempat yang ketinggian. Dahulu atap bangunan makam dibuat bertingkat-tingkat dengan hiasan yang indah.
Di kompleks ini terdapat pula makam tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau, seperti makam Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid), Yang Dipertuan Muda Riau IX, makam raja Ali Haji, pujangga Riau yang terkenal “Gurindam Dua Belas”, makam Raja Haji Abdullah, makam Mahkamah Syariah kerajaan Riau-Lingga, makam Tengku Aisyah Putri – Yang Dipertuan Muda Riau IX, dan kerabat-kerabat Engku Putri yang lain.
Sejarah Riau mencatat bahwa Engku Putri (Raja Hamidah) adalah putri Raja Syahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang – Yang Dipertuan Muda Riau IV – yang termashur sebagai pahlawan Riau dalam menentang penjajahan Belanda. Sebagai putri tokoh ternama, Engku Putri besar peranannya dalam pemerintahan kerajaan Riau, sebab selain memegang regalia (alat-alat kebesaran kerajaan) beliau adalah permaisuri Sultan Mahmud, dan tangan kanan dari Raja Jaafar – Yang Dipertuan Muda Riau VI.
Sebagai pemegang regalia kerajaan, beliau sangatlah menentukan dalam penabalan sultan, karena penabalan itu haruslah dengan regalia kerajaan. Engku putri pernah pula melakukan perjalanan ke beberapa daerah lain, seperti ke Sukadana, Mempawah dan lain-lain untuk mempererat tali persaudaraan antara kerajaan Riau dengan kerajaan yang dikunjunginya.
Tokoh ternama dari kerajaan Riau ini mangkat di pulau Penyengat bulan Juli tahun 1884.
KOMPLEKS MAKAM RAJA HAJI FISABILLILLAH
Komplek makam ini terletak diatas bukit di selatan pulau Penyengat. Raja Haji Fisabilillah adalah Yang Dipertuan Muda IV kerajaan Riau Lingga yang memerintah kerajaan dari tahun 1777-1784 merupakan figur legendaris dan pahlawan melayu. Raja Haji Fisabilillah sangat gencar mengadakan perlawanan-perlawanan terhadap penjajah, peristiwa yang terbesar adalah ketika meletusnya perang Riau. Pasukan Riau berhasil memukul mundur pasukan Belanda dari perairan Riau dan memenangkan pertempuran tersebut setelah berhasil menenggelamkan kapal Maraca Van Warden. Raja Haji wafat pada 18 juni 1784 dikenal sebagai Marhum Teluk Ketapang. Oleh Belanda, Raja Haji dikenal juga sebagai Raja Api. Dan oleh Pemerintah Indonesia Raja Haji Fisabilillah dianugrahi menjadi pahlawan nasional. Disebelah komplek makam Raja Haji Fisabilillah juga terdapat makam Habib Syech, ulama terkenal semasa kerajaan Riau.
KOMPLEK MAKAM RAJA JAKFAR
Komplek makam Raja Jakfar adalah komplek makam yang baik diantara makam lainnya. Dilapisi dinding dengan pilar dan kubah kecil disamping terdapt kolam tempat berwudhu untuk sholat. Raja Jakfar adalah anak Raja Haji Fisabilillah, merupakan Yang Dipertuan Muda Riau VI.
Pada masa pemerintahannya ia memindahkan pusat kerajaan yang tadinya di hulu Riau ke pulau Penyengat. Ia memulai karirnya sebagai pengusaha pertambangan timah yang sukses di Kelang, Selangor.
Karena sering mengunjungi kota melaka beliau menjadi peka akan penataan kota dengan arsitektur yang sejalan dengan zaman. Karena itulah pulau Penyengat ditata dan dikelolanya dengan selera yang tinggi.
Dalam komplek makam Raja Jakfar juga terdapat makam Raja Ali Yang Dipertuan Muda VIII kerajaan Riau anak dari Raja Jakfar. Raja Ali merupakan figure yang taat beribadah. Pada masa pemerintahannya ia membuat kebijakan untuk mewajibkan kaum laki-laki melaksanakan sholat jumat dan mewajibkan kaum wanita untuk menggunakan busana muslimah.
KOMPLEK TENGKU BILIK
Bangunan yang megah ini menggambarkan betapa jayanya kerajaan Riau Lingga pada rentang tahun 1844. Bangunan tua yang mempunyai berarsitektur Eropa modern ini berada tepat disamping komplek makam Raja Jakfar.
Gedung tengku bilik ini mempunyai kemiripan dengan gedung kampung Gelam yang berada di Malaka. kemiripan arsitektur kedua gedung tersebut menunjukkan kuatnya jalinan persaudaran dan kerjasama dari dua kerajan besar pada saat itu.
MAKAM RAJA ABDURRAHMAN
Raja Abdulrahman adalah Yang Dipertuan Muda VII kerajaan Riau Lingga. Ialah yang membangun mesjid pulau Penyengat. Pada masa pemerintahannya terjadi pengacauan oleh bajak laut, dan campur tangan pihak Inggris mempersulit kedudukan Raja Abdulrahman. Raja abdulrahman wafat pada tahun 1843, dengan gelar post humousnya adalah Marhum Kampung Bulang. Makamnya terletak di atas sebuah bukit yang memaparkan pemandangan pada mesjid yang dibangunnya.
BENTENG PERTAHANAN BUKIT KURSI
Dibangun pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Raja Haji Fisabilillah, yang pada masa itu menjadikan pulau Penyengat sebagai benteng pertahanan yang ampuh pada perang riau di benteng ini masih dapat kita jumpai parit pertahanan dan meriamnya.
GEDUNG MESIU
Gedung ini digunakan sebagai gudang tempat menyimpan obat bedil. Seluruh bangunannya merupakan tembok beton berbentuk segi empat dengan atap berbentuk runcing.
"Bekas Gedung Tabib Kerajaan"
Sisa bangunan Gedung Tabib terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Sisa bangunan ini merupakan tempat kediaman Engku Haji Daud yang dikenal sebagai tabib kerajaan. Bangunan ini terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat Kampung Jambat.
Gedung ini dulunya merupakan tempat tinggal tabib kerajaan yang menyimpan banyak obat-obatan.
Bangunan ini merupakan bangunan bata yang terdiri dari dua lantai. Saat ini bangunan Gedung Tabib Kerajaan sudah hancur tinggal sisa-sisa dinding dengan rangka pintu, jendela dan di atasnya ditumbuhi pohon beringin.
Pada beberapa rangka pintu dan jendela masih tersisa kusen-kusen kayu. Dinding bangunan yang masih ada berukuran panjang 15,80 meter dan lebar 9,90 meter.
"Bekas Istana Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah"
Bangunan bekas istana Sultan Riau yang terakhir ini hanya berupa puing-puing belaka dahulu. Istana ini disebut Kedaton, dengan lapangan luas di sekitarnya.
Istana ini mulai rusak sejak Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah (1833-1911) meninggalkan Penyengat karena dimusuhi Belanda, akibat sikap beliau menentang pemerintahan Belanda tahun 1911. Beliau segera ke Daik dan bergegas meninggalkan Daik dan untuk selanjutnya bermukim di Singapura sampai akhir hayatnya. Sejak itu istana ini tinggal terlantar dan akhirnya runtuh sama sekali, kini tinggal puingnya.
"Kubu dan Parit Pertahanan"
Di Penyengat terdapat kubu dan parit pertahanan kerajaan Riau dalam peperangan melawan Belanda tahun 1782-1784. Kubu-kubu ini terletak di bukit Penggawa, bukit Tengah dan bukit Kursi. Dahulu, kubu-kubu ini seluruhnya dilengkapi dengan meriam dalam berbagai ukuran. Bagi para wisatawan yang berkunjung, kubu ini amatlah menarik, karena selain mengandung nilai sejarah juga pemandangan alam dari kubu kubu ini sangat indah pula.
"Balai Adat Indra Perkasa"
Gedung dengan arsitektur tradisional Melayu Kepulauan ini dijadikan Balai Adat untuk memperagakan berbagai bentuk upacara adat Melayu. Letaknya di tepi pantai menghadap laut lepas, amatlah mempesona.
Di dalam gedung ini dapat dilihat tata ruangan dan beberapa benda kelengkapan adat Resam Melayu atau beberapa atraksi kesenian yang diadakan untuk menghormati tamu tertentu.
"Makam Embung Fatimah"
Makam Embung Fatimah terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Propinsi Kepulauan Riau. Embung Fatimah adalah anak Sultan Mahmud Syah IV, dan dia permaisuri Yang Dipertuan Muda Riau IX Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmady. 35
Perkawinannya dengan Raja Mohammad Yusuf Al-Ahmady telah mempererat persekutuan antara raja-raja Melayu dengan raja-raja keturunan Bugis yang sebelumnya retak karena adanya konflik kekuasaan.
Makam Embung Fatimah terletak di Bukit Bahjah, tidak jauh dari jalan enuju Makam Raja Haji Fisabilillah. Selain makam Embung Fatimah di kompleks ini masih terdapat makam-makam lainnya yang seluruhnya berjumlah 21 makam yang dibatasi dengan bangunan tembok dan bercungkup.
Situs Istana Kedaton-Istana Sultan Abdul Rahman Muazam Syah
Sisa bangunan Istana Sultan Abdul Rahman Syah memerintah pada tahun 1886-1991 ini sudah tidak tampak, hanya sisa-sisa struktur bangunan dan pintu gerbang.37
Istana ini juga disebut Istana Kedaton. Arsitekturnya tidak jauh berbeda dengan Gedung Daerah di Tanjungpinang.
Kondisi bangunan ini sekarang sudah ditumbuhi pohon dan semak belukar, sedangkan bekas alun-alun (padang sewen) Istana Kedaton sekarang sudah berdiri SD Negeri Pulau Penyengat.
Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah
Gedung hakim Mahkamah Syariah merupakan tempat tinggal Raja Abdullah. Raja Abdullah ini dikenal sebagai Abu Muhamad Adnan yang mengarang beberapa kitab.
Sisa bangunan bergaya kolonial ini sudah tidak beratap, bagian depan bangunan terdapat empat buah pilar berbentuk silinder, sedangkan pada bagian belakang terdapat empat buah pilar dengan bentuk persegi. Bangunan bagian depan lebih ditinggikan sekitar satu meter, pada bangunan bagian belakang masih nampak ruang-ruang dan terdapat sumur.
"Situs Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana"
Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana yang terletak di Kampung Gelam, Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau.
Raja Ali Kelana bin Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi, adalah seorang tokoh dalam Perhimpunan yang dikenal dengan Rusydiyah Klub. Ia juga membuat tulisan jurnalistik berupa laporan perjalanan ke Pulau Tujuh, dan laporan tersebut dikenal dengan Pohon Perhimpunan tahun 1313 H/1898 M.
Istana Raja Ali Kelana (Istana Bahjah) merupakan kediaman seorang kelana atau calon Yang Dipertuan Muda.38 Bangunan terdiri dari dinding berjendela dengan pintu gerbang masuk menelusuri anak tangga yang menyatu dengan gedung Raja Haji Abullah. Bangunan ini juga tersambung ke tapak bangunan yang memenuhi bukit Kampung Gelam.
" Istana Raja Ali Marhum Kantor"
Istana Kantor adalah istana Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau VIII (1844-1857) atau yang kemudian disebut Marhum Kantor. Istana ini berada di bagian tengah Pulau Penyengat sekitar 150 meter sebelah barat daya Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat. Istana Raja Ali sebagian sudah hancur yang tersisa hanya bangunan induknya. Bangunan utamanya merupakan bangunan bertingkat dua yang pada mulanya merupakan kantor Raja Ali. 39
Seluruh areal bangunan dibatasi dengan tembok keliling yang mempunyai tiga buah pintu masuk dari arah barat, utara dan timur. Pintu gapura barat berupa gapura yang sekaligus berfungsi sebagai penjagaan dan pengintaian. Pintu gerbang utara merupakan pintu gerbang untuk menuju tempat kolam pemandian. Sedangkan pintu gerbang timur berupa pintu gerbang biasa yang seolah-olah hanya meru-pakan pintu darurat. Di halaman bagian dalam tembok keliling ini masih terdapat bekas sisa-sisa lantai bangunan.
"Perigi Puteri/Perigi Kunci"
Perigi Puteri adalah tempat pemandian bagi kaum wanita pada masa Kerajaan Melayu Riau.
Bangunan ini merupakan bangunan sumur tua yang dilindungi oleh bangunan berbentuk segi empat dengan kubah pada bagian atapnya, berfungsi sebagai tempat mandi dan mencuci pakaian para puteri raja.
Di dalam kubah tersebut terdapat sumur yang sekaligus kolam sebagai sumber airnya dan tempat duduk atau mencuci menyerupai kursi panjang dari plesteran semen dengan bagian pegangan tangganya dihiasi ukiran. Pintu masuk satu buah di bagian utara, tanpa jendela dan lubang angin. Sampai saat ini kolam yang ada di dalam bangunan ini masih dimanfaatkan oleh penduduk.
Sisa Bangunan Rusydiah Klub dan Tapak Percetakan Kerajaan
Rusydiah Club merupakan organisasi para cendekiawan Melayu Kerajaan Riau di Pulau penyengat yang dibentuk pada tahun 1884.42 Perhimpunan intelektual yang tidak dapat menerima kehadiran penjajah Belanda ini jauh mendahulukan perhimpunan pemuda “Budi Utomo” (1908).43 Anggotanya banyak menulis, menterjemahkan dan mencetak berbagai jenis karya tulisnya, seperti syair, ekhwal agama, adat istiadat dll.
Pada tahun 1890-an sebuah percetakan bernama Mathba’atul Riauwiyah meminta Rusydiah Klub untuk mencetak dan menerbitkan berbagai karya anggotanya.
Sejalan dengan perjalanan waktu organisasi ini tidak disukai oleh penjajah, karena tujuan dari organisasi ini menentang penjajah Belanda. Tokoh intelektual yang amat terkenal luas dari Rusdiyah Club, antara lain Raja Ali Kelana, dan Raja Khalid Hitam. Rusdiyah Club menempati sebuah bangunan, tetapi saat sekarang hanya tinggal pondasinya saja. Tapak bangunan ini menyatu dengan tapak percetakan kerajaan.
"Ali Haji bin Raja Haji Ahmad"
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad adalah ulama, sejarawan, pujangga, dan terutama pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis.
"Kompleks makam keluarga Haji Ahmad di Pulau Penyengat, Kota Tanjung Pinang"
Karya monumentalnya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan.
Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November tahun 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar