Gunung Sangga Buana terletak di
perbatasan empat kabupaten, yaitu sebelah utara Kabupaten Karawang, sebelah
timur Kabupaten Purwakarta, sebelah selatan Kab. Cianjur dan sebelah barat
Kabupaten Bogor. Pendakian ke Puncak Gunung Sangga Buana bisa dilewati dari ke
empat wilayah tersebut.
Jalur Pendakian Gunung Sangga
Buana lewat Karawang
Jalur pendakian gunung lewat
Karawang terbilang cukup terjal, tapi cepat dan jelas rutenya. Membutuhkan
waktu sekitar enam/tujuh jam untuk sampai ke puncaknya. Di awal jalur pendakian
kita akan menjumpai areal pesawahan warga dengan latar barisan bukit yang
sangat indah. Selang beberapa saat setelah areal pesawahan, kita akan melewati
Kampung Situ, yaitu sebuah kampung terakhir yang kita jumpai yang hanya terdiri
dari beberapa keluarga saja. Di perkampungan kecil ini kita akan menjumpai
beberapa kuburan yang tepat berada di tengah jalan.
Selepas perkampungan kecil
tersebut kita akan menjumpai areal perkebunan kopi yang cukup luas. Setelah itu
kita akan memasuki hutan yang tidak begitu rapat. Di tengah perjalanan kita
akan menjumpai sebuah pancuran, dan masyarakat sekitar Gunung Sangga Buana
menyebut pancuran ini dengan nama Pancuran Kejayan. Di sekitaran pancuran ini
juga terdapat bangunan kecil yang biasanya dijadikan tempat berjualan ketika
ramai pengunjung atau peziarah.
Berhenti sejenak di area pancuran
ini merupakan ide yang sangat bagus sebelum kita melanjutkan perjalanan. Namun
sangat di sayangkan, keberadaannya terkotori oleh pakaian dan celana dalam yang
sengaja dibuang di sini. Katanya untuk membuang sial atau sebagai tumbal untuk
yang gaib di sini. Walaaah... Opini yang salah !!! Kalaupun demikian, mahluk
gaib di sinipun tidak suka tempatnya dikotori. Lebih baik membuang uang saja
untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti membuat tempat sampah di sepanjang jalur
pendakian dan sumbangan untuk pembangunan masjid.
Setelah beristirahat kita akan
dihadapkan pada tanjakan yang cukup terjal, antara 70-80 derajat. Tanjakan ini
diberi nama tanjakan dua jam, karena untuk melewati tanjakan ini dibutuhkan
waktu kurang lebih sekitar dua jam. Pada saat musim hujan jalur ini akan terasa
sangat licin dan menguras tenaga, sehingga memerlukan waktu yang lama untuk
melaluinya.
Setelah melewati tanjakan yang
sangat terjal ini, kita akan sampai pada sebuah punggungan yang datar. Berjalan
beberapa menit kemudian kita menjumpai sebuah bangunan terbuat dari kayu yang dijadikan warung.
Di sini kita dapat menjumpai sumber air dengan sebutan Pancuran Mas. Tepatnya di
sebelah kanan jalur pendakian dengan jarak sekitar 30 meter. Pancuran ini juga
terkotori oleh pakaian dan celana dalam yang sengaja dibuang sebagai tumbal
atau buang sial.
Beberapa menit kemudian kita
menemukan sebuah rumah kayu yang dijadikan makom. Tempatnya datar dan lapang,
sangat baik untuk mendirikan tenda dan melakukan berbagai kegiatan, seperti
Diklatsar atau Outbound. Dari tempat ini hanya satu jam untuk mencapai puncak
Gunung Sangga Buana.
Rasa penasaran kita akan segera
terbayar setelah sampai di "Makam Berbalut Kabut”. Terdapat puluhan
bangunan kecil yang menyerupai rumah berjejer rapi di atas puncak ini. Di
dalamnya terdapat beberapa makam. Tak tahu makam-makam siapa yang ada di puncak
ini. Menurut beberapa sumber makam-makam ini adalah makam nenek moyang penduduk
asli Karawang. Ada juga menurut cerita dari orang-orang mengenai kenyataan yang
ajaib ini yang sudah menjadi cerita turun temurun. Katanya dulu, banyak orang
berterbangan dari Cirebon membawa keranda ke arah Gunung Sangga Buana. Benar atau
tidaknya cerita ini Wallahualam...
Di tempat ini ada sebuah warung
yang menjual beraneka macam makanan, mulai dari nasi, lauk, makanan ringan, air
mineral, dan lain-lain. Pemilik warung ini bernama Kang Aef, orangnya ramah dan
baik hati. Beliau tinggal bersama isteri dan putrinya yg masih kecil. Kita bisa
bertanya-tanya tentang gunung unik ini kepada pemilik warung. Saya jamin,
beliau akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
Makam-makam yang ini menjadi daya
tarik yg kerap di datangi oleh para pejiarah - pejiarah dari Karawang maupun
dari luar Kota Karawang. Apalagi ketika dibulan Mulud, suasananya seperti pasar
yang ada di puncak gunung. Entah karena alasan apa mereka rela bersusah payah
mendaki puncak ini, semoga saja niat mereka berada di jalan yang benar. Bagi
saya pribadi, kuburan-kuburan ini telah memberikan keunikan tersendiri yang
jarang kita temukan di gunung-gunung lainnya. Rasa susah selama pendakian akan
terbayar dengan keunikan puncak gunung yang syarat akan misteri.
Keunikan fauna yang saya temui
dari gunung ini adalah Elang Jawa, Oak dan Lutung hitam ekor panjang. Kita
dapat melihat secara tak sengaja Elang Jawa terbang dan Oak atau Lutung
bergelantungan di atas pepohonan di Gunung Sangga Buana ini.
Puncak sebenarnya Gunung Sangga
Buana berada di sebelah timur dari makam-makam berada dan dapat ditempuh
sekitar 10 menit. Untuk menuju kesana kita harus menuruni punggungan kecil dan
melewati sebuah kuburan ditengah jalan. Disekitar sisi kanan dan kiri terdapat
pohon kopi, hingga kita menjumpai jalan yang bercabang (lurus ke sumber air dan
Kanan ke Puncak). Selang beberapa menit kita jumpa lagi jalan yang bercabang
(lurus ke Curug Cigentis dan Kanan Ke Puncak).
Berbeda sekali suasananya Ketika
penulis mengikuti DIKLATSAR Mapala "Tapak Giri" pada tahun 1999 dan
2000, puncak Gunung Sangga Buana sangat rimbun oleh pohon-pohon besar, dan
hanya terdapat beberapa makam saja yang ada. Tidak ada warung, ataupun
sampah-sampah yang berserakan di sekitarnya.
Puncaknya tertutup oleh beberapa
pohon, tetapi kita dapat melihat Danau Jatiluhur dan sunrise di ufuk timur, dan
juga sunset di sebelah Baratnya. Ketika menjelang sore dan malam, Puncaknya
selalu diselimuti kabut dan angin kencang yang datang dari arah timur dan
selatan.
Di atas puncak ini kita menemukan
tugu yang menandakan ketinggian pucak Gunung Sangga Buana yang sebenarnya,
yaitu 1074 MDPL. Angka tersebut adalah akurasi dari Badan Survey Pemetaan
Geodesi Indonesia.
saya pernah ke sangga buana dan turun k sumur tujuh,luar biasa menyenangkan bersama suami dan anak perempuan saya yg berumur 10 th sangat berkesan sekalih bisa berziarah ke puncak gunung sangga buana.saya ingin ziarah ke sanah lagi bila gusti allah menghendaki
BalasHapus