Menggapai Langit Mencengkeram Matahari

Selasa, 02 Juli 2013

MAKAM BERBALUT KABUT DI GUNUNG SANGGA BUANA


Gunung Sangga Buana terletak di perbatasan empat kabupaten, yaitu sebelah utara Kabupaten Karawang, sebelah timur Kabupaten Purwakarta, sebelah selatan Kab. Cianjur dan sebelah barat Kabupaten Bogor. Pendakian ke Puncak Gunung Sangga Buana bisa dilewati dari ke empat wilayah tersebut.

Jalur Pendakian Gunung Sangga Buana lewat Karawang

Jalur pendakian gunung lewat Karawang terbilang cukup terjal, tapi cepat dan jelas rutenya. Membutuhkan waktu sekitar enam/tujuh jam untuk sampai ke puncaknya. Di awal jalur pendakian kita akan menjumpai areal pesawahan warga dengan latar barisan bukit yang sangat indah. Selang beberapa saat setelah areal pesawahan, kita akan melewati Kampung Situ, yaitu sebuah kampung terakhir yang kita jumpai yang hanya terdiri dari beberapa keluarga saja. Di perkampungan kecil ini kita akan menjumpai beberapa kuburan yang tepat berada di tengah jalan.

Selepas perkampungan kecil tersebut kita akan menjumpai areal perkebunan kopi yang cukup luas. Setelah itu kita akan memasuki hutan yang tidak begitu rapat. Di tengah perjalanan kita akan menjumpai sebuah pancuran, dan masyarakat sekitar Gunung Sangga Buana menyebut pancuran ini dengan nama Pancuran Kejayan. Di sekitaran pancuran ini juga terdapat bangunan kecil yang biasanya dijadikan tempat berjualan ketika ramai pengunjung atau peziarah.


Berhenti sejenak di area pancuran ini merupakan ide yang sangat bagus sebelum kita melanjutkan perjalanan. Namun sangat di sayangkan, keberadaannya terkotori oleh pakaian dan celana dalam yang sengaja dibuang di sini. Katanya untuk membuang sial atau sebagai tumbal untuk yang gaib di sini. Walaaah... Opini yang salah !!! Kalaupun demikian, mahluk gaib di sinipun tidak suka tempatnya dikotori. Lebih baik membuang uang saja untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti membuat tempat sampah di sepanjang jalur pendakian dan sumbangan untuk pembangunan masjid.

Setelah beristirahat kita akan dihadapkan pada tanjakan yang cukup terjal, antara 70-80 derajat. Tanjakan ini diberi nama tanjakan dua jam, karena untuk melewati tanjakan ini dibutuhkan waktu kurang lebih sekitar dua jam. Pada saat musim hujan jalur ini akan terasa sangat licin dan menguras tenaga, sehingga memerlukan waktu yang lama untuk melaluinya.

Setelah melewati tanjakan yang sangat terjal ini, kita akan sampai pada sebuah punggungan yang datar. Berjalan beberapa menit kemudian kita menjumpai sebuah bangunan  terbuat dari kayu yang dijadikan warung. Di sini kita dapat menjumpai sumber air dengan sebutan Pancuran Mas. Tepatnya di sebelah kanan jalur pendakian dengan jarak sekitar 30 meter. Pancuran ini juga terkotori oleh pakaian dan celana dalam yang sengaja dibuang sebagai tumbal atau buang sial.

Beberapa menit kemudian kita menemukan sebuah rumah kayu yang dijadikan makom. Tempatnya datar dan lapang, sangat baik untuk mendirikan tenda dan melakukan berbagai kegiatan, seperti Diklatsar atau Outbound. Dari tempat ini hanya satu jam untuk mencapai puncak Gunung Sangga Buana.

Rasa penasaran kita akan segera terbayar setelah sampai di "Makam Berbalut Kabut”. Terdapat puluhan bangunan kecil yang menyerupai rumah berjejer rapi di atas puncak ini. Di dalamnya terdapat beberapa makam. Tak tahu makam-makam siapa yang ada di puncak ini. Menurut beberapa sumber makam-makam ini adalah makam nenek moyang penduduk asli Karawang. Ada juga menurut cerita dari orang-orang mengenai kenyataan yang ajaib ini yang sudah menjadi cerita turun temurun. Katanya dulu, banyak orang berterbangan dari Cirebon membawa keranda ke arah Gunung Sangga Buana. Benar atau tidaknya cerita ini Wallahualam...
Di tempat ini ada sebuah warung yang menjual beraneka macam makanan, mulai dari nasi, lauk, makanan ringan, air mineral, dan lain-lain. Pemilik warung ini bernama Kang Aef, orangnya ramah dan baik hati. Beliau tinggal bersama isteri dan putrinya yg masih kecil. Kita bisa bertanya-tanya tentang gunung unik ini kepada pemilik warung. Saya jamin, beliau akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan.

Makam-makam yang ini menjadi daya tarik yg kerap di datangi oleh para pejiarah - pejiarah dari Karawang maupun dari luar Kota Karawang. Apalagi ketika dibulan Mulud, suasananya seperti pasar yang ada di puncak gunung. Entah karena alasan apa mereka rela bersusah payah mendaki puncak ini, semoga saja niat mereka berada di jalan yang benar. Bagi saya pribadi, kuburan-kuburan ini telah memberikan keunikan tersendiri yang jarang kita temukan di gunung-gunung lainnya. Rasa susah selama pendakian akan terbayar dengan keunikan puncak gunung yang syarat akan misteri.

Keunikan fauna yang saya temui dari gunung ini adalah Elang Jawa, Oak dan Lutung hitam ekor panjang. Kita dapat melihat secara tak sengaja Elang Jawa terbang dan Oak atau Lutung bergelantungan di atas pepohonan di Gunung Sangga Buana ini.

Puncak sebenarnya Gunung Sangga Buana berada di sebelah timur dari makam-makam berada dan dapat ditempuh sekitar 10 menit. Untuk menuju kesana kita harus menuruni punggungan kecil dan melewati sebuah kuburan ditengah jalan. Disekitar sisi kanan dan kiri terdapat pohon kopi, hingga kita menjumpai jalan yang bercabang (lurus ke sumber air dan Kanan ke Puncak). Selang beberapa menit kita jumpa lagi jalan yang bercabang (lurus ke Curug Cigentis dan Kanan Ke Puncak).

Berbeda sekali suasananya Ketika penulis mengikuti DIKLATSAR Mapala "Tapak Giri" pada tahun 1999 dan 2000, puncak Gunung Sangga Buana sangat rimbun oleh pohon-pohon besar, dan hanya terdapat beberapa makam saja yang ada. Tidak ada warung, ataupun sampah-sampah yang berserakan di sekitarnya.
Puncaknya tertutup oleh beberapa pohon, tetapi kita dapat melihat Danau Jatiluhur dan sunrise di ufuk timur, dan juga sunset di sebelah Baratnya. Ketika menjelang sore dan malam, Puncaknya selalu diselimuti kabut dan angin kencang yang datang dari arah timur dan selatan.

Di atas puncak ini kita menemukan tugu yang menandakan ketinggian pucak Gunung Sangga Buana yang sebenarnya, yaitu 1074 MDPL. Angka tersebut adalah akurasi dari Badan Survey Pemetaan Geodesi Indonesia.

Untuk turun kembali dapat ditempuh sekitar tiga/empat jam.








1 komentar:

  1. saya pernah ke sangga buana dan turun k sumur tujuh,luar biasa menyenangkan bersama suami dan anak perempuan saya yg berumur 10 th sangat berkesan sekalih bisa berziarah ke puncak gunung sangga buana.saya ingin ziarah ke sanah lagi bila gusti allah menghendaki

    BalasHapus