Pukul 09.00 wib Perjalanan dari rumah menuju Cibodas di mulai. Cukup menyenangkan bagiku yang suka mengendarai sepeda motor dengan jalan yang meliuk-liuk melalui Puncak Bogor. Ketika sudah lelah, sesekali istirahat di warung pinggir jalan untuk menghilangkan pegal dan lapar sekaligus mendinginkan mesin motor yang kepanasan.
Akhirnya Sampai Cibodas sekitar jam 14.00 wib, dan motor Aku titipkan di kedai “Pondok Edelweise” milik salah satu guide resmi Taman Nasional Gede-Pangrango, yang bernama Kang Obik.
Start pendakian dimulai dari Jalur Gunung putri dan finish di Cibodas, maka itu harus naik angkutan umum menuju Gunung Putri. Naik angkot dari Cibodas – Turun di Pasar Cipanas (Rp.3000,-) – Naik lagi angkot ke Gunung Putri (Rp.6000,-)/ Ojek (Rp.8.000,-). Tiba di Pos Gunung Putri !5.00 wib dan langsung mendaftar ulang di pos panitia Jambore Avtech untuk mendapatkan seragam kaos dan coverbag.
Di Pos Pendakian Gunung Putri semua peserta dibekali sedkit pengarahan tentang adab mendaki Gunung Gede-Pangrango dan membagi beberapa kelompok. Kesalahan fatal bagi panitia yaitu, perjalanan dilakukan Jam 18.00 wib tanpa peserta diberi kesempatan untuk melakukan sholat magrib. Puih…
Aku suka mendaki dalam keadaan sunyi sehingga tak menghiraukan semua aturan-aturan yang di berikan panitia. Selama memegang teguh kode etik pecinta alam, semoga pendakian ini berjalan tanpa kendala. Perjalanan malam mendakipun dimulai.
Perjalanan ini terus menanjak, sesekali deru nafas kelelahan terdengar dari tiap peserta. Kondisi udarapun semakin dingin menusuk sampai tulang. Kadar oksigen semakin menipis, dan paru-paru pun dipaksa untuk memompa oksigen lebih keras sehingga denyut jantung lebih cepat berdetak. Untuk menetralisir keadaan ini, kami harus melakukan istirahat sebentar sebagai aklitimasi tubuh dengan kondisi sekitarnya.
Dan setelah beberapa jam, banyak para pendaki tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan sehingga mereka memutuskan untuk membuka tenda di sepanjang jalur pendakian.
Langkah ini tertatih menembus malam
Tubuh ini Gemetar di balut kabut
Tapi Jiwa ini Tegar seperti Gunung di Depan Sana..
ALUN-ALUN SURYA KENCANA (2.750 MDPL)
Jam menunjukan pukul 03.00 wib, Tak terasa 9 jam melangkah akhirnya tiba juga di Alun-alun Surya Kencana. Aku putuskan untuk membuka camp di sebelah timur, karena moment sunrise di sini tampak sangat jelas terlihat. Untuk menunggunya, Aku buat pengapian kecil dan membuat minuman penghangat tubuh yang telah menggigil kedinginan. Ketika sunrise mulai muncul, Aku habiskan moment ini dengan berfoto ria bersama dengan yang lainnya.
Sunrise mulai berubah menjadi sinar mentari, Aku packing kembali perlengkapan yang sudah terpakai dan melanjutkan (30 menit) perjalanan datar menuju Alun-alun Barat Surya Kencana, yaitu camp area yang sudah disediakan oleh panitia Jambore Avtech.
Alun-alun Surya Kencana adalah padang rumput yang ditumbuhi bunga abadi (Edelweis/Anapahlis javanica) yang merupakan daya tarik bagi pendaki Gunung Gede.
Aku pilih lokasi untuk membuka tenda di tempat yang agak tinggi dan paling belakang dengan maksud bisa memandang ke semua tenda dan Puncak Gunung Gede.
Setelah makan siang, Aku rebahkan sekujur raga yang lelah ini berpelukan pesona edelweise dan kabut hingga terlelap.
Kadangkala pendaki yang berada di kawasan alun-alun Surya Kencana akan mendengar suara kaki kuda yang berlarian, tapi kuda tersebut tidak terlihat wujudnya. Konon, kejadian ini pertanda Pangeran Surya Kencana datang ke alun-alun dengan dikawal oleh para prajurit. Selain itu para pendaki kadang kala akan melihat suatu bangunan istana.
Alun-alun Surya Kencana berupa sebuah lapangan datar dan luas pada ketinggian 2.750 mdpl, di sebelah timur puncak Gede, merupakan padang rumput dan padang edelweiss. Surya Kencana adalah nama seorang putra Pangeran Aria Wiratanudatar (pendiri kota Cianjur) yang beristrikan seorang putri jin. Pangeran Surya Kencana memiliki dua putra : Prabu Sakti dan Prabu Siliwangi.
Kawasan Gunung Gede merupakan tempat bersemayam Pangeran Surya Kencana. Beliau bersama rakyat jin, menjadikan alun – alun sebagai lumbung padi yang disebut Leuit Salawe, Salawe Jajar, dan kebun kelapa salawe tangkal, salawe manggar.
Petilasan singgasana Pangeran Surya Kencana berupa sebuah batu besar berbentuk pelana. Hingga kini, petilasan tersebut masih berada di tengah alun-alun, dan disebut Batu Dongdang yang dijaga oleh Embah Layang Gading. Sumber air yang berada di tengah alun-alun, dahulu merupakan jamban untuk keperluan minum dan mandi.
Di dalam hutan yang mengitari Alun-alun Surya Kencana ini ada sebuah situs kuburan kuno tempat bersemayam Prabu Siliwangi. Pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi yang menguasai Jawa Barat, terjadi peperangan melawan Majapahit. Selain itu Prabu Siliwangi juga harus berperang melawan Kerajaan Kesultanan Banten. Setelah menderita kekalahan yang sangat hebat Prabu Siliwangi melarikan diri bersama para pengikutnya ke Gunung Gede.
Malampun tiba, Aku putuskan untuk melakukan perjalanan menuju puncak Gunung Gede (summit attack) pada pukul 03.00 wib. Ada dua anak pendaki yang masih sekolah asal Bandung ingin ikut serta dalam perjalananku menuju puncak ini, mereka baru pertamakali mendaki Gunung Gede dan tak tahu jalur menuju puncak.
Alarm berbunyi, saatnya packing dan membuat minuman penghangat sebagai bekal perjalanan yang berselimut kabut. Alhamdulillah… Terlihat kerlipan bintang bertebaran di langit yang gelap, semoga perjalanan ini mendapat restu-Nya. Amiin…
Pelan-pelan tapi pasti, akhirnya selama 1 jam perjalanan tibalah kami di puncak Gunung Gede. Suasana sekitar masih hening walaupun terdapat banyak tenda pendaki yang hampir memenuhi sepanjang puncak Gunung Gede, mungkin masih terlelap karena jam baru menunjukan 04.00 wib.
Sekitar gunung Gede banyak terdapat petilasan peninggalan bersejarah yang dianggap sakral oleh sebagian peziarah, seperti petilasan Pangeran Suryakencana, putri jin dan Prabu Siliwangi. Kawah Gunung Gede yang terdiri dari, Kawah Ratu, Kawah Lanang, dan Kawah Wadon, dijaga oleh Embah Kalijaga. Embah Serah adalah penjaga Lawang Seketeng (pintu jaga) yang terdiri atas dua buah batu besar. Pintu jaga tersebut berada di Batu Kukus, sebelum lokasi air terjun panas yang menuju kearah puncak.
Eyang Jayakusumah adalah penjaga Gunung Sela yang berada disebelah utara puncak Gunung Gede. Sedangkan Eyang Jayarahmatan dan Embah Kadok menjaga dua buah batu dihalaman parkir kendaraan wisatawan kawasan cibodas. Batu tersebut pernah dihancurkan, namun bor mesin tidak mampu menghancurkannya. Dalam kawasan Kebun Raya Cibodas, terdapat petilasan/ makam Eyang Haji Mintarasa.
Pangeran Suryakencana menyimpan hartanya dalam sebuah gua lawa/walet yang berada di sekitar air terjun Cibeureum. Gua tersebut dijaga oleh Embah Dalem Cikundul. Tepat berada di tengah-tengah air terjun Cibeureum ini terdapat sebuah batu besar yang konon adalah perwujudan seorang pertapa sakti yang karena bertapa sangat lama dan tekun sehingga berubah menjadi batu. Pada hari kiamat nanti barulah ia akan kembali berubah menjadi manusia.
PUNCAK GUNUNG GEDE (2.958 MDPL)
Gunung Gede merupakan tempat paling favorit untuk pendakian dan berkemah. Hampir setiap pekan, ada saja pencinta alam yang mencoba mendaki puncak Gunung Gede setinggi 2.958 meter itu.
Disampingnya berdiri sangat kokoh Gunung Pangrango yang bila dilihat dari kejauhan nampak seperti segitiga runcing sedangkan Gunung Gede berbentuk kubah. Kedua gunung yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP) ini memiliki keindahan alam asli. Di Puncak Gunung Gede terdapat kawah aktif (terakhir meletus pada 1957). Puncak lainnya yang kerap dikunjungi pendaki gunung adalah Mandalawangi (3.002 m), Sukaratu (2.836 m), dan Gunung Gemuruh (2.928 m).
Dari puncak Gunung Gede dapat disaksikan kota-kota terdekat, yakni Cipanas di sebelah utara, Sukabumi di selatan, Bogor di barat laut, dan Cianjur di sebelah timur.
Sementara itu satwa liar yang bisa dijumpai di sepanjang pendakian adalah owa (hylobates moloch), surili (Presbitis comata), lutung (Trachypithecus auratus), kera (Macaca fascicularis), macan tutul (Panthera pardus), mencek (Muntiacus muntjak), dan elang jawa (Spizaelus bartelsii).
Mentari telah memancarkan sinar hangatnya, namun udara tetap menjadikannya dingin. Sudah pukul 10.00 wib, sudah saatnya Aku beserta dua kawanku turun untuk pulang menuju fnish (jalur Cibodas). Perjalanan pulang lebih cepat ditempuh karena jalurnya terus menurun. Setelah melalui Jembatan Setan, yaitu jalur yang sangat curam. Sekitar 3 jam perjalanan, akhirnya kami tiba di pos Kandang Badak (Pos persimpangan menuju Gunung Gede dan Gunung Pangrango). Di pos ini terdapat sumber mata air yang melimpah, biasanya banyak para pendaki yang membuka tenda di pos ini untuk bermalam atau sekedar melepas lelah dan lapar.
Sejenak kami istirahat sambil menikmati suasana yang sangat asri menyatu bersama suara gemercik aliran air. Sudah cukup istirahat, kami lanjutkan perjalanan menuju pos Kandang Batu dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam. Di pos Kandang Batu terdapat sumber air panas yang mengalir, kerap sekali para pendaki membersihkan tubuh di pos ini seperti halnya Aku. Tapi perlu diingat, Janganlah memakai sabun atau pasta gigi ya, Bro… Tetap jaga kemurnian dan keaslian alam ini, jagalah alammu seperti menjaga dirimu sendiri.
Setelah asyik berendam di air panas, sepertinya hilang kotoran yg melekat di raga dan jiwa. Waktu sudah menunjukan pukul 11.30 wib, lantas kami turun tanpa henti agar cepat sampai tujuan. Sudah 2 jam melangkah tibalah kami di pos Cibeureum, yaitu pos persimpangan antara Curug Cibeureum dan pos turun Cibodas. Dengan langkah yg gontai dan pelan, Aku sendiri terpisah dengan 2 kawanku (Rama & Ikbal) yang sudah duluan. Setelah ku tempuh perjalanan 1,5 jam melewati Telaga Biru, akhirnya tibalah di pos tujuan yaitu pos Cibodas.
Alhamdulillah…
Aku masih bisa melangkahkan kakiku berpijak di atas pilar-Mu.
Aku masih bisa mendapatkan restu menggapai langit-Mu.
Jika Orang menghabiskan waktunya berziarah ke tempat suci-Nya.
Aku akan menghabiskan waktuku di puncakmu, Gede.
Untuk rehabilitasi dan recovery ekosistem alami hutan hujan Gunung Gede Pangrango, kegiatan pendakian ditutup antara 1 Januari s.d 31 Maret dan Bulan Agustus.
Kegiatan rekreasi lainnya seperti rekreasi ke Air Terjun Cibeureum, dan rekreasi lain dibuka sepanjang tahun.
Peraturan Pendakian Gunung Gede-Pangrango
Melapor kepada petugas di pintu masuk dan di pintu keluar. Petugas akan memeriksa perlengkapan bawaan Anda dan SIMAKSI anda sebelum dan setelah pendakian.
- Dilarang membawa binatang dan tumbuhan dari luar kedalam kawasan TNGGP.
- Dilarang memberi makanan kepada satwa.
- Tidak diijinkan membuat api di dalam kawasan, kecuali pada lokasi yang sudah diijinkan.
- Dilarang merusak, memindahkan, mencoret-coret sarana dan prasarana di dalam kawasan.
- Dilarang memetik, memindahkan, dan mengambil tumbuhan dari dalam kawasan.
- Jangan berjalan di luar jalur / track utama yang sudah ditentukan.
- Jangan membuang dan meninggalkan sampah di dalam kawasan, bawa sampah Anda ketika turun dari gunung.
- Jangan membuang dan meninggalkan sampah di dalam kawasan, bawa sampah Anda ketika turun dari gunung.
- Dilarang membawa shampo, sabun, odol dan bahan detergen lain yang dapat mencemari air tanah.
- Dilarang membawa radio, alat musik, minuman beralkohol, dan narkoba kedalam kawasan.
Bagi siapa saja yang ingin mendaki ke Gunung Gede dan Pangrango wajib untuk mendapatkan ijin SIMAKSI di Kantor Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dengan melakukan booking sebelumnya. Lama maksimum pendakian adalah 2 hari 1 malam.
Untuk mengurangi dampak negatif kepada lingkungan dan agar pengalaman saat mendaki memuaskan, maka TNGGP menetapkan sistem kuota,yaitu 600 orang pendaki per hari melalui 3 pintu masuk dengan pembagian: Cibodas 300 orang, Gunung Putri 200 orang, dan Selabintana 100 orang.
Persyaratan bagi para pendaki :
1. Setiap pendaki harus menunjukkan SIMAKSI.
SIMAKSI dapat diperoleh di Kantor Balai Besar TNGGP di Cibodas. Pengajuan SIMAKSI pendakian menggunakan sistem booking dengan batas waktu minimum pengajuan adalah 3 (tiga) hari dan maksimum 1 (satu) bulan sebelum tanggal pendakian.
Catatan: Turis Mancanegara disarankan untuk melakukan booking sebelumnya, namun dalam rangka meningkatkan kunjungan turis mancanegara dan menimbang waktu kunjungan wisman yang terbatas, maka wisman dapat memperoleh SIMAKSI di Kantor Balai Besar TNGGP pada hari saat ingin mendaki.
2. Tiket dan Asuransi
Wisatawan Domestik
Tiket masuk: Rp. 2.500/hari/orang
Asuransi : Rp. 2.000/orang
Wisatawan Asing
Tiket masuk: Rp. 20.000/hari/orang
Asuransi : Rp. 2.000/orang
Orang asing yang menunjukkan KTP atau KITAS dapat memperoleh harga tiket yang sama dengan wisatawan lokal.
3. Menyerahkan fotocopy Identitas resmi (Passport/KTP/KITAS/SIM/Kartu Mahasiswa/Pelajar). Fotocopy tidak akan dikembalikan.
4. Jika anda berumur < 17 tahun, diwajibkan menyerahkan surat ijin dari orang tua yang ditanda tangani diatas materai Rp. 6.000,- dan melampirkan fotocopy Identitas resmi orang tua yang masih berlaku.
Perlengkapan yang perlu dibawa :
Untuk pendakian 1 hari (tanpa kemping), bawalah jaket hujan, lampu senter, dan makanan dan minuman yang cukup.
Jika ingin kemping di kandang badak atau alun-alun, selain barang-barang diatas, persiapkan juga tenda, perlengkapan memasak, kantong tidur, matras, dan pakaian hangat. Anda dapat menyewa perlengkapan diatas di beberapa toko peralatan kemping di Cibodas. Bawalah kantong plastik besar yang dapat dipergunakan misalnya untuk membawa sampah-sampah anda kembali.
Pemandu & Porter :
Disarankan untuk menyewa porter dan pemandu bagi yang pertama kali ke puncak Gede dan Pangrango. Khusus untuk wisatawan asing yang akan melakukan pendakian wajib didampingi oleh pemandu atau porter. Tanya petugas TNGGP bila ingin menyewa porter dan pemandu. Tarif 1 (satu) orang pemandu untuk pendakian 2 hari 1 malam adalah Rp. 300.000,-, sedangkan untuk porter Rp. 250.000,-. Beberapa toko peralatan camping di Cibodas juga menawarkan jasa pemanduan dan porter.
(Gunung Gede-Pangrango, 25-27 Mei 2012)
Nice experience
BalasHapustHANKS bRO.
Hapus