Menggapai Langit Mencengkeram Matahari

Jumat, 21 Januari 2011

MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam)

Tidak ada yang abadi kecuali perubahan dalam era global sekarang ini. MAPALA dalam peranannya sebagai suatu organisasi kemahasiswaan external kampus adalah sebuah lapisan yang merupakan media serta wadah aktualisasi. Dimana dari tinjauan historic mahasiswa pecinta alam (MAPALA) adalah bagian sejarah lingkungan alam ataupun lingkungan masyarakat di Indonesia umumnya dan masyarakat khususnya.
Banyak asumsi dari orang bahwa MAPALA adalah Organisasi yang Amburadul, Malas masuk kuliah, tidak pernah menyenangkan orang dan mungkin saja anggapan larinya ke arah yang jorok seperti Malas mandi mungkin!!! Mungkin saja begitu karena orang yang ada di dalamnya selalu kering mukanya dan cara berpakaiannya yang menggunakan pakaian yang agak luntur (kusut). Tapi disini penulis mohon agar kiranya jangan kita melihat dari sosok kekurangannya saja. 

Asal perlu diketahui bahwa paham yang dianut MAPALA itu sendiri adalah Patriotik kebangsaan yang menganut aliran kemasyarakatan yang tinggi. Salah satunya tokoh Idealis dari MAPALA SOE HOK GIEyang mengulirkan REZIM ORDE lama dibawah kepemimpinan Presiden SOEKARNO. Dia sendiri tidak mau kalau bangsanya di tindas oleh bangsanya sendiri, dan tak hanya itu sahabatnya sering melontarkan kata bahwa di Indonesia menganut politik TAI KUCING. sampai pada akhirnya ia menghembuskan nafas yang terakhir diatas Gunung Semeru dipangkauan sahabatnya.


Idealisme MAPALA ?

Mahasiswa pecinta alam seperti apa yang ideal?
Hidup adalah soal keberanian. Keberanian menghadapi tanda tanya tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa mengelak. Terimalah dan Hadapilah (Soe Hok Gie).
Menurut saya Tidak ada patokan yang ideal untuk menjadi mahasiswa pecinta alam, kekuatan fisik, skill yang tinggi, atau gaya khas pecinta alam itu semua bukanlah semata tolok ukur seorang mahasiswa pecinta alam. Menurut saya hanya ada satu syarat untuk menjadi pecinta alam, dari syarat tersebut akan berimbas pada pembentukan karakter kita secara keseluruhan sebagai pecinta alam, syarat tersebut adalah berani, bukan berani untuk menaiki gunung, memanjat tebing, menjelajahi hutan atau mengarungi sungai, tapi berani untuk mau mencintai alam!

Dari berani untuk mau mencintai alam maka kita akan berani untuk mengenal alam, dari mengenal alam kita akan tahu dan memahami alam, dari memahami alam kita akan tahu betapa kita (manusia) tidak bisa dilepaskan dari alam, dari pengetahuan tersebut akan muncul rasa cinta kita terhadap alam, dan dari rasa cinta terhadap alam maka akan muncul konsekuensi untuk menjaganya.

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang pecinta alam apalagi dengan status mahasiswa, karena mahasiswa dianggap lebih intelektual dari mereka yang mungkin tidak berkesempatan untuk menikmati bangku kuliah, lebih ekspresif dan reaktif daripada mereka yang mungkin tidak mendapatkan akses layaknya mahasiswa. Terlebih lagi sebagai seorang MAPALA kita dituntut untuk bisa menjaga moral dan etika kita terhadap alam sebagai konsekuensi nama yang kita sandang. Mahasiswa pecinta alam bukanlah mahasiswa penikmat alam (walaupun mereka menganggap diri mereka sebagai pecinta alam) yang apabila mengunjungi suatu tempat tertentu di alam selalu mencantumkan identitas mereka dengan coretan di batu, tembok, atau sayatan di pohon. Yang hanya peduli pada ego mereka dengan membuang sampah di sembarang tempat dan hanya diam ketika tahu bahwa alam disekitar mereka rusak.

Mahasiswa pecinta alam juga bukanlah mahasiswa penakluk alam (walaupun mereka juga menyebut dirinya sebagai pecinta alam) yang dengan egonya selalu tertantang untuk menaklukkan kondisi alam tertentu, seraya dengan bangga menceritakan tempat-tempat yang pernah ditaklukkannya.

Bagi pecinta alam sejati, alam adalah sebuah rahasia atau misteri.

Sebuah coretan di Gunung Lawu baru-baru ini mengatakan, "Jangan menjadikan alam tantangan". Bisa jadi ada benarnya. Semakin pecinta alam merasa bahwa alam adalah tantangan maka semakin alam menjadi seperti musuh yang harus ditaklukkan. Padahal, alam bukan musuh. Alam itu seperti garbha grha di sebuah candi. Ibarat rahim ibu, tempat kita lahir. Di dalamnya termaktub rahasia kehidupan, sejak asal mula, sampai kepada kematian. Bagaimana kita mengetahui rahasianya selain menceburkan diri dan mencintainya? Inilah hakekat pecinta alam sejati.

Kesimpulannya adalah bahwa manusia tidak bisa dilepaskan dari alam, alam itu netral, alam adalah reflektor pasif yang menunjukkan bagaimana perilaku kita terhadapnya. Mahasiswa pecinta alam adalah mahasiswa yang sadar akan kapasitasnya dalam berpartisipasi sebagai mahluk hidup yang hidup di alam. Mencintai alam berarti sadar akan konsekuensi atas rasa cintanya terhadap alam. Alam tidak hanya untuk dinikmati, alam juga bukan untuk ditaklukkan. Dalam upaya mencintai alam dibutuhkan keberanian dan kemauan.


Salam Rimba...





Tidak ada komentar:

Posting Komentar